Oleh: Arief Budiman[1]
Berbicara mengenai
manusia, yang akan terpikir pertama kali yakni diri kita sendiri. Kita melihat
dan mencermati diri kita sendiri seperti apa dan bagaimana dalam menjalani
kehidupan. Manusia sebagai makhluk yang bertempat tinggal di bumi, menggunakan
segala fasilitas yang tersedia di bumi sebagai bahan konsumsi. Manusia menjadi
pemeran utama dalam mengolah bumi sebagai hasil produksi yang tidak lain untuk
dirinya sendiri.
Di sisi lain
manusia juga merupakan sosok yang tidak pernah lepas akan rasa kurang puas
dengan apa yang telah ia dapat di bumi. Sehingga tidak jarang mereka sering
menengok ke langit sebagai bentuk berharap, berangan-angan akan suatu hal yang
menurutnya akan bisa terwujud. Hal ini seperti menjelaskan adanya kelemahan
yang dimiliki manusia.
Hakikat manusia dalam
Islam terbagi kepada dua hal. Pertama yakni manusia sebagai khalifah (pemimpin).
Sedangkan yang kedua yakni manusia sebagai ‘abid (hamba). Dua hal ini
yang menjelaskan seperti apa manusia seharusnya dalam menjalani kodratnya
sebagai makhluk yang diciptakan bernama manusia. Dan dua hal ini pula yang
memberikan pembedaan antara manusia dengan makhluk lainnya yang telah
diciptakan.
Manusia sebagai khalifah
(pemimpin), ini diterangkan dalam al-Qur’an bahwa manusia diciptakan untuk
menjadi khalifah di muka bumi. Kodrat inilah yang menjelaskan bahwa
manusia diciptakan lebih tinggi derajatnya di banding alam semesta. Kodrat ini
juga menjadikan jawaban seperti apa manusia itu harusnya bersikap di muka bumi.
Manusia harusnya menjadikan dirinya sosok pemimpin untuk bumi yang dipimpinnya.
Sosok pemimpin itu yang mengolah bumi sebaik mungkin sebagai keperluan untuk
semua makhluk di bumi. Menjaga dan merawat bumi dari segala ketidaknyamanan.
Mejaga ketentraman di muka bumi.
Manusia sebagai ‘abid (hamba),
ini juga sudah sangat jelas kita ketahui. Manusia sangat dikenal dengan istilah
‘abdullah (hamba Allah). Kodrat inilah yang menjelaskan bahwa manusia
adalah hamba bagi Tuhannya yang menciptakan. Meskipun menjadi sosok pemimpin di
muka bumi. Tidak menjadikan diri lupa akan Tuhan yang menciptakan. Tidak
menjadikan diri takabbur akan identitas diri sebagai khalifah di
muka bumi.
Dua hal inilah
yang harusnya disadari, bahwa hakikat manusia pada dasarnya ialah khalifah dan
‘abid. Sosok khalifah untuk menjadikan diri manusia sebagai orang
yang akan tetap menjaga bumi (membumi), meski manusia juga merupakan sosok ‘abid
yang kelak akan kembali ke langit (melangit) menuju Yang Menciptakan.