Rabu, 14 Januari 2015

Hakikat Manusia: Khalifah dan ‘Abid

Oleh: Arief Budiman[1]



Berbicara mengenai manusia, yang akan terpikir pertama kali yakni diri kita sendiri. Kita melihat dan mencermati diri kita sendiri seperti apa dan bagaimana dalam menjalani kehidupan. Manusia sebagai makhluk yang bertempat tinggal di bumi, menggunakan segala fasilitas yang tersedia di bumi sebagai bahan konsumsi. Manusia menjadi pemeran utama dalam mengolah bumi sebagai hasil produksi yang tidak lain untuk dirinya sendiri.

Di sisi lain manusia juga merupakan sosok yang tidak pernah lepas akan rasa kurang puas dengan apa yang telah ia dapat di bumi. Sehingga tidak jarang mereka sering menengok ke langit sebagai bentuk berharap, berangan-angan akan suatu hal yang menurutnya akan bisa terwujud. Hal ini seperti menjelaskan adanya kelemahan yang dimiliki manusia.

Hakikat manusia dalam Islam terbagi kepada dua hal. Pertama yakni manusia sebagai khalifah (pemimpin). Sedangkan yang kedua yakni manusia sebagai ‘abid (hamba). Dua hal ini yang menjelaskan seperti apa manusia seharusnya dalam menjalani kodratnya sebagai makhluk yang diciptakan bernama manusia. Dan dua hal ini pula yang memberikan pembedaan antara manusia dengan makhluk lainnya yang telah diciptakan.

Manusia sebagai khalifah (pemimpin), ini diterangkan dalam al-Qur’an bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi. Kodrat inilah yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan lebih tinggi derajatnya di banding alam semesta. Kodrat ini juga menjadikan jawaban seperti apa manusia itu harusnya bersikap di muka bumi. Manusia harusnya menjadikan dirinya sosok pemimpin untuk bumi yang dipimpinnya. Sosok pemimpin itu yang mengolah bumi sebaik mungkin sebagai keperluan untuk semua makhluk di bumi. Menjaga dan merawat bumi dari segala ketidaknyamanan. Mejaga ketentraman di muka bumi.

Manusia sebagai ‘abid (hamba), ini juga sudah sangat jelas kita ketahui. Manusia sangat dikenal dengan istilah ‘abdullah (hamba Allah). Kodrat inilah yang menjelaskan bahwa manusia adalah hamba bagi Tuhannya yang menciptakan. Meskipun menjadi sosok pemimpin di muka bumi. Tidak menjadikan diri lupa akan Tuhan yang menciptakan. Tidak menjadikan diri takabbur akan identitas diri sebagai khalifah di muka bumi.

Dua hal inilah yang harusnya disadari, bahwa hakikat manusia pada dasarnya ialah khalifah dan ‘abid. Sosok khalifah untuk menjadikan diri manusia sebagai orang yang akan tetap menjaga bumi (membumi), meski manusia juga merupakan sosok ‘abid yang kelak akan kembali ke langit (melangit) menuju Yang Menciptakan.




[1] Penulis merupakan mahasiswa Akidah Filsafat angkatan tahun 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar