Minggu, 28 Desember 2014

RENUNGAN

Oleh Nurul Qomariyah[i]



Salam hormat untuk seluruh civitas akademik fakultas ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin. Tulisan ini bukanlah hal yang penting karena tidak mengusung tema-tema yang aktual atau apapun yang berbau akademisi. Tulisan ini berisi tentang renungan atas alumni-alumni yang sudah jauh meninggalkan dunia kampus yang pernah memberi ilmu serta secercah harapan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Di kampus ini banyak sudah kenangan-kenangan yang terukir, baik yang bersifat suka maupun duka.

Banyak sudah kita melihat ataupun mendengar para alumni dari segi materi berlimpah/sukses, namun di sisi lain ada juga para alumni yang masih bingung apa yang harus dikerjakan dengan bekal yang didapat selama di bangku kuliah, dalam menghadapi kehidupan yang nyata penuh dengan tantangan dan tidak jarang menguras emosi dan air mata ini. Bangga dan senang rasa hati mendengar para alumni yang sukses, akan tetapi rasa sedih juga miris hati ketika mendengar ada alumni yang susah untuk mendapatkan pekerjaan apalagi untuk menciptakan lapangan kerja. Lalu timbullah sebuah pertanyaan siapa yang salah? Tuhan kah? atau manusianya kah?

Kalau manusianya, bukankah dia sudah berusaha untuk menuntut ilmu, bukannya  Tuhan telah berjanji orang yang berilmu akan diangkat derajatnya? Tetapi apa yang didapat, terkadang hanya kesulitan dan kesulitan dalam menghadapi problema  kehidupan. Lalu harus bagaimana sikap kita? Atau kalau dalam ilmu kalam kita harus Mu’tazilah, Asy’ariyah, Jabariyah, Qodariyah  atau yang lain kah? Akhirnya semua pada titik kesimpulan bahwa dunia hanyalah jalan untuk menuju kepada kehidupan yang sebenarnya. Suka dukanya kehidupan merupakan wujud dari adanya`Tuhan itu sendiri, bila kita bisa merenung dan mengambil hikmahnya.





[i] Penulis merupakan alumni jurusan Akidah Filsafat angkatan 2003

1 komentar:

  1. Halo mbak Nurul. Senang bisa bertemu mbak lewat tulisan.
    Yang jelas untuk masalah yang diuraikan mbak, banyak jawaban, entah lewat filsafat, kalam, atau agama itu sendiri. Yang penting adalah keyakinan kita.
    Di lain pihak, sesusah apapun hidup seorang alumni Ushuluddin dalam pandangan umum, ia tak pernah terlihat susah. Sifat optimistis akan menggelayuti ruh mahasiswanya.

    BalasHapus